ASAL USUL NAMA NEGERI
KUOK
Pada berabad-abad yang lalu negeri Kuok sekarang belum
bernama Kuok. Zaman dulu namanya Rona Kobun Bungo. Sebahagian besar daratan
rendah dan lembah-lembah yang timbul sekarang, dulu masih digenangi air. Yang
timbul pada umumnya bukit-bukit. Disekitar tempat ini banyak bukit. Seperti
Bukit Tagaro, Bukit Lindung Bulan, Bukit Kincung, Bukit Suligi, Bukit Sago,
Bukit Koto Semiri.
Begitupun sungai Kampar sekarang, dulunya disebut
sungai Embun. Sungai Embun tersebut masih kecil. Di tebing kiri-kanan pinggiran
sungai itu ditumbuhi pohon-pohon kayu dan semak belukar yang daunnya merunduk
ke dalam sungai tersebut. Tapi, lama-kelamaan sejak penduduk pinggiran sungai
itu menebangi kayu untuk perumahan dan ladang serta kebun, maka tanah banyak
longsor dan air cepat mengalir ke sungai Embun itu. Akibatnya tebing sungai itu
banyak runtuh, sehingga sungai itu menjadi lebar. Puluhan tahun kemudian sungai
Embun itu semakin besar dan namanya pun bertukar dengan Kampar, jadilah sungai
Kampar.
Waktu terus berjalan, tahun berganti tahun, suasana
terus berubah. Penduduk Rona Kobun Bungo semakin banyak dan menempati daerah
sekitarnya. Dari kehidupan masyarakat yang turun-temurun, setelah mengalami
berbagai peristiwa, maka secara berangsur berubahlah nama Rona Kobun Bungo
menjadi negeri Kuok.
Mendengar kisah dari orang tua-tua, penulis memperoleh
tiga macam perihal yang menyebabkan negeri itu bernama Kuok, yakni sebagai
berikut:
Sebahagian orang mengatakan bahwa di daerah perairan
Rona Kobun Bungo itu dulunya ada sebatang kayu yang amat besar yang terkenal
mempunyai kesaktian. Kayu itu disebut orang kayu kuok.
Sebahagian lagi orang menceritakan bahwa zaman dahulu,
tak jauh di mudik pasar Kuok sekarang ada tukang membuat kayu kuok yang
dipasangkan ke tengkuk kerbau untuk membajak. Oleh karena disitulah
satu-satunya tempat orang memesan alat bajak (kayu kuok) itu, maka tempat itu
menjadi terkenal dengan tempat ‘Kuok’.
Dalam pada itu, sementara orang yang hilir-mudik di
sungai Kampar pada waktu itu lain pula pendapatnya. Maklumlah sewaktu itu
sungai Kampar berlaku sebagai sarana perhubungan. Barang-barang dagangan, baik
barang makanan maupun hasil hutan, dan lain-lain hilir-mudik di sungai itu
dengan kendaraan perahu rakit.
Konon kiranya di mudik Rantau Berangin sekarang,
dipangkal jembatan panjang ke seberang ada bukit yang bernama bukit Labuhan
Batu. Kabarnya dulu, di pinggiran bukit itu sering berlabuh kapal. Itu sebabnya
dinamakan bukit Labuhan Batu. Kebetulan tebing sungai Kampar yang ada di kaki
bukit itu terjal begitupun tebing yang di seberangnya beberapa panjang juga
terjal. Pada tebing yang bertimbal terjal itu luas sungai Kampar di sana lebih
sempit dan airnya lebih dalam. Lumrahnya bila perairan itu dilalui oleh sampan
atau rakit yang arah ke hulu atau ke ulak, maka air berombak ke pinggir kiri
dan ke pinggir kanan. Oleh karena tebing itu terjal kedua belah pihaknya
dan jaraknya lebih dekat dari sumber ombak, maka ombak tersebut lebih kuat
menghantam tebing itu. Tidaklah heran, jika pada tebing itu agak lembut tanah
atau batunya, maka pada tempat itu akan cepat terkuras atau runtuh.
Akibatnya tempat itu jadi berlubang, makin lama lubang
itu semakin dalam. Di antara beberapa tebing yang berlubang atau berlekuk itu
ada yang lebih besar lekuknya. Bila ada kendaraan yang lalu di daerah itu, maka
rangkaian ombak akan menerpa tebing pinggiran sungai itu. Dan tiba tentang
tebing yang berlekuk besar itu, air itu berbunyi, kuok, kuok, kuok. Demikianlah
berlaku sepanjang waktu. Setiap kendaraan yang lalu disitu.
Bagi orang yang selalu hilir-mudik di tempat itu,
telinganya terbiasanya dengan bunyi kuok…kuok, kuok itu. Akhirnya tempat atau
perantauan sekitar tempat yang melahirkan bunyi, kuok, kuok… itu disebut orang
Kuok. Dengan demikian daerah yang dihuni orang sekitar tempat itu yang di
dalamnya Rona Kobun Bungo, maka sejak itu nama Rona Kobun Bungo pun berangsur
hilang dan populerlah nama daerah tersebut dengan Negeri Kuok hingga sampai
sekarang ini.
Kesimpulan :
Zaman dulu negeri Kuok namanya Rona Kobun Bungo. Ada
tiga macam versi yang menyebabkan negeri itu berubah nama menjadi Kuok, yakni sebagai
berikut:
1. Di daerah perairan Rona Kobun Bungo itu dulunya ada sebatang kayu yang
amat besar yang terkenal mempunyai kesaktian. Kayu itu disebut orang kayu kuok.
2. Zaman dahulu, tak jauh di mudik pasar Kuok sekarang ada tukang membuat
kayu kuok yang dipasangkan ke tengkuk kerbau untuk membajak. Oleh karena
disitulah satu-satunya tempat orang memesan alat bajak (kayu kuok) itu, maka
tempat itu menjadi terkenal dengan tempat ‘Kuok’.
3. Sementara orang yang hilir-mudik di sungai Kampar pada waktu itu lain
pula pendapatnya, yaitu mereka sering mendengar bunyi air “kuok, kuok, kuok” di
tebing dekat bukit Labuhan Batu. Akhirnya tempat atau perantauan sekitar tempat
yang melahirkan bunyi, kuok, kuok… itu disebut orang Kuok.
Dengan demikian daerah yang dihuni orang sekitar
tempat itu yang di dalamnya Rona Kobun Bungo, maka sejak itu nama Rona Kobun
Bungo pun berangsur hilang dan populerlah nama daerah tersebut dengan Negeri
Kuok hingga sampai sekarang ini.
Sumber :
Buku Buluh Perindu: Kumpulan Cerita Rakyat Kampar.
Pengarang Abdul Riva’i Taloet, BA.
Diterbitkan oleh SSE Kab. Kampar Tahun 2005.